Hinanya Tubuhku
Angin berkesiur dalam tasbih dan tahmidnya
Bersama rembulan menatap dunia dalam mimpi
Untuk merangkul esok tanpa kebencian
Tubuh dihempaskan angin dalam kebinasaan,
Terlentang dalam kegelapan kejujuran
Terdiam dalam penipuan dan hayalan
Angin bertasbihlah, dalam dekapan
Angin bertahmidlah, dalam jiwa
Bersama tubuh tertesuk duri dunia
Dalam singgah sana-Mu
Aku
Penjaul kabar itu
suara bising di atas embun
menggairahkan tubuh untuk maju
-lampu hijau telah berganti merah
merayapkan tubuh untuk mengais sisa-sisa
rezeki di ujung perempatan
keringat menetes di atas telapak kaki.
menggantikan embun tertindas kaki penggila
kuasa
“koran-koran” teriaknya. sekali menatap jendela
mobil orang borjuis.
wajah berlumur keringat kepediahan, menyatukan
hati yang hancur terserempet modernisasi.
selembar uang
kertas yang paling hina. di lempar dengan
kesombongan.
dibalas uluran lembut pada segebok kabar hari
ini.
lampu merah tergantikan lampu hijau.
mobil-mobil
teriak mendahului orang-orang pinggiran. memaki
keringat
yang menempel di spion. di ludahi yang
menghalangi jalannya
akhirnya aku sadar, akulah penjual kabar
bersama menguapnya embun.
Untukku,
bukan untukmu
Lampu lima watt menerangi kamar
kecil ini. Jarak dan waktu telah
menemani dalam merantau di negeri
orang. Gelap kematian telah di ubah
menjadi cahaya harapan masa depan.
Lampu lima watt tidak seterang
cahaya di perempatan pahlawan
memberi harapan setiap mata
memberi peta pada langkah
yang telah menghilangkan cahaya
abadi yang tertutup awan kesombong
bagi mata-mata keranjang yang menikmati
cahaya perempatan
Lantas, bagaimana dengan lampu lima
watt di kamar? yang redup bersama sepasang
mata. Hanya memberi harapan pada dirinya dan
sepasang mata yang berbaring di atas ranjang.
menenggelamkan ganasnya kegelapan. Bersama
mimpi
hanya untukku bukan untukmu.
Akhir
atau Awalku
dengan titik
aku menuju titik
bercumbu bersama titik
membuat embrio-embrio titik
ingin menjadi titik
mengubah titik
akhirnya titik
membunuhku, titik
melupakan-Mu, titik
titik. O titik
Antara
Pangkuanku dan Pangkuanmu, Ibu
1
Di pangkuan mu, ibu
tubuh ini terasa sempurna
meskipun air mata kepedihan
selalu mengalir bak kasih sayang
yang engkau berikan
Semua itu, semua itu, Terobati
oleh tangan keikhlasan menanamkan
bunga-bunga kasturi hati
memupuk tanpa penyesalan
yang menjadikan warna dan rasa beda
Di pangkuan mu, ibu
aku rindu bersenandung
bermain kata tanpa dusta
meski engkau berlumur darah
menikmati nada-nada kuberikan
2
Di pangkuanku, ibu
engkau telah mengukir sejarah
dalam tidur dan mimpimu
dengan belaian tangan ini, tidak bisa
tergantikan
kepiluan hati
Di pangkuanku, ibu
akhirnya engkau telanjang
aku basuh dengan doa
mengiringi langkahmu untuk
bercerita tentang aku dan Dia
Biodata:
Ngarjito AS. Lahir di Sitiluhur Pati Jawa Tengah. Sekarang
belajar di Study of Religi UIN Sunna Kalijaga dan penikmat sastra di Garawiksa
Pena.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar